Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu III Desember 2022, perkembangan harga sampai dengan minggu ketiga Desember 2022 diperkirakan terjadi inflasi sebesar 0,4 persen (mtm).
Bank Indonesia menyatakan, komoditas utama penyumbang inflasi Desember 2022 sampai dengan minggu ketiga yaitu telur ayam ras sebesar 0,08 persen (mtm), beras, tomat dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,03 persen (mtm).
Baca Juga
"Kemudian cabai rawit, daging ayam ras, minyak goring, dan rokok kretek filter masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm), serta kangkung, tarif air minum PAM, bensin, dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm)," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Erwin Haryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Advertisement
Sementara itu, sejumlah komoditas yang menyumbang deflasi pada periode ini yaitu cabai merah dan bawang merah masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm).
Untuk aliran modal asing per minggu III Desember 2022, BI mencatat Premi CDS Indonesia 5 tahun turun ke 94,15 bps per 15 Desember 2022 dari 97,27 bps per 9 Desember 2022.
Berdasarkan data transaksi 12-15 Desember 2022, nonresiden di pasar keuangan domestik jual neto Rp 0,83 triliun terdiri dari beli neto Rp2,89 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp3,72 triliun di pasar saham.
Selama tahun 2022, berdasarkan data setelmen sampai dengan 15 Desember 2022, nonresiden jual neto Rp132,69 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 64,35 triliun di pasar saham.
"Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,' tutup Erwin.
Inflasi Mulai Terkendali, OJK: Tapi Jangan Terlalu Gembira
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara mengatakan inflasi sudah terlihat mulai ada tanda-tanda penurunan walaupun belum signifikan. Namun dia mengingatkan untuk jangan terlalu bersenang terlebih dahulu.
"Inflasinya itu sudah ada mulai tanda-tanda turun, belum signifikan jadi kita jangan terlalu gembira dulu tapi sudah mulai ada tanda-tanda moderating," ujar Mirza dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2023, Kamis (15/12).
Menurut Mirza kemungkinan suku bunga di tahun 2023 akan mulai turun. "Bulan Mei masih akan naik tetap mulai bulan Juni atau September atau bulan November suku bunga Amerika di tahun 2023 kemungkinan sudah mulai turun," jelasnya.
"Jadi disatu sisi kita masih menghadapi kenaikan suku bunga tetapi jika inflasinya terkendali," lanjutnya.
Lanjutnya, tentu inflasi terkendali tersebut ada faktor yang sangat tidak diperkirakan yaitu faktor Rusia dan Ukraina. Apabila perangnya merasa maka harga komoditi akan turun terus secara bertahan. Maka tekanan inflasi akan mulai turun sehingga tidak perlu lagi menaikan suku bunga lebih tinggi.
"Artinya bisa saj setelah suku bunga naik menjadi 5 persen atau 5,25 persen untuk Fed fund rate kemudian di akhir tahun 2023 akan terjadi mulai ada penurunan suku bunga," jelasnya.
Apabila Amerika Serikat terus menaikan suku bunga maka, mungkin indonesia masih akan harus menaikan suku bunga untuk mempertahankan stabilitas rupiah. Oleh karena itu ada risiko terhadap debitur-debitur yang menghadapi floating rate, misalnya terkait KPR.
"Negara seperti Indonesia maka sekitar 60 persen dari KPR di Indonesia itu floating rate jadi pasti bunga kpr juga akan meningkat. maka dari itu kepada debitur maupun kepada perbankan juga harus memonitor terkait daya beli dari debitur daya beli masyarakat dan juga daya bayar," tutup dia.
Advertisement
BI Ramal Inflasi Indonesia Maksimal 3,5 Persen di 2024
Bank Indonesia (BI) memproyeksikan inflasi akan turun ke level 1,5 persen sampai 3,5 persen pada tahun 2024, setelah kemungkinan berada dalam kisaran 2 persen sampai 4 persen pada 2023.
Adapun saat ini inflasi Indonesia berada pada level 5,42 persen per November 2022 dibanding periode sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
"Perkiraan ini didukung oleh adanya sinergi erat antara pemerintah dengan bank sentral," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Jakarta 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.
Dia menyebutkan sinergi meredam inflasi didorong oleh subsidi energi oleh pemerintah, kenaikan suku bunga BI yang terukur, langkah-langkah stabilisasi rupiah oleh BI, dan eratnya Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), termasuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Sinergi, koordinasi, dan kerja sama, lanjut Perry Warjiyo, menjadi kunci Indonesia selama ini bisa terhindar dari krisis, khususnya saat pandemi COVID-19 melanda dan akan mendukung keberlanjutan proses pemulihan ekonomi nasional.
Dengan sinergi yang ada, Gubernur BI itu optimistis proses pemulihan ekonomi domestik akan terus membaik di tengah gejolak global.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan cukup baik, sekitar 4,5 persen (yoy) sampai 5,3 persen (yoy) dan akan meningkat lebih tinggi menjadi 4,7 persen (yoy) sampai 5,5 persen (yoy) pada 2024.
"Selain ekspor, kenaikan konsumsi dan investasi akan menjadi daya dukung pemulihan ekonomi nasional, serta didukung oleh program hilirisasi, pembangunan infrastruktur, masuknya penanaman modal asing, dan berkembangnya pariwisata," ucap Perry Warjiyo.Â